Analisis struktur
cerpen Masa Kecilku karya Setra Nugroho
Masa Kecilku
Hujan di sore itu
mengingatkan pada masa kecil bersama sahabat-sahabat kecilku dulu, dimana hujan
adalah alarm untuk bermain dan bergembira.
Katakanlah
hujan-hujanan, dimana esoknya kita demam menggigil, dimarahi orang tua, dan
tidak masuk sekolah karena flu. Hanya obat flu dan teh manis hangat yang
menjadi teman setelah kejadian itu.
Tak ada rasa menyesal,
tetapi malah ingin mengulangi kembali hal itu. Tertawa lepas bersama teman –
teman, bermain bola ditengah hujan, berlari – lari riang gembira alangkah
indahnya masa kecilku dulu.
Mungkin masa kecilku
mirip seperti foto diatas, dimana pada waktu itu tak mungkin aku mem-foto
kejadian ketika hujan-hujanan karena tidak terpikir olehku untuk mengunggah
suatu kejadian ke media sosial. Mengingat, dulu, aku lebih sering menghabiskan
waktu di dunia nyata, daripada dunia maya.
Atau mungkin, waktu
itu aku belum mengerti tentang dunia maya?
Entahlah …. Tidak ada
hal yang membebani pikiranku pada saat itu, aku tidak begitu peduli dengan
dunia maya.
Dan ketika hujan sudah
reda, kita kembali ke rumah dengan rasa was-was takut dimarahi Ibu.
Entah karena tradisi
atau semacam kebiasaan, adzhan maghrib adalah bel kembali ke rumah, tak kenal
apa agamamu, tak kenal apa warna kulitmu, tak kenal dari mana asalmu. Ketika
adzan maghrib berkumandang, seolah menjadi tanda bahwa permainan hari ini telah
usai dan kami harus segera bergegas pulang.
Aku rindu masa kecilku
dulu, masa-masa yang telah lama aku tinggalkan. Masa kecil yang penuh kenangan
menyenangkan karena yang menyakitkan tak pernah mau ku kenang, atau memang
sebenarnya tak ada yang menyakitkan?, entahlah yang kuingat saat itu hanya
berlari dan tertawa riang gembira bersama kawan – kawan.
Bertempat tinggal di
desa membuatku mempunyai banyak teman sepermainan waktu itu. Tentunya teman
tanpa rekayasa, gak seperti jaman sekarang kebanyakan teman udah kayak
sinetron, penuh rekayasa.
12:00 WIB. Bel pulang
sekolah berbunyi.
Berarti. It’s time to
rock!!
“Makan dulu baru
maen,” kata Mama, waktu itu.
“Ya maaaaaaaaaaaa,”
jawabku, sambil mengambil nasi ke piring, kehilangan satu menit saja jam main
pada waktu itu seperti sudah seharian tidak buka Twitter dan Facebook.
Tanpa sebuah komunikasi
lewat handphone apalagi dunia maya, kita berkumpul dengan lengkap dan tanpa
ngaret. Sungguh luar biasa, walaupun tanpa handphone kita tetap manusia paling
bahagia.
Tempat bermain kita
tidak menetap, kita punya banyak lahan untuk bermain. Bermain bola tanpa garis
batas itu hal biasa yang kita lakukan, mengingat berhektar-hektar lahan kosong,
di desa kita.
Sedih rasanya ketika
tempat tanpa kemunafikan itu sudah berbentuk beton, ketika uang bisa membeli
alam. Remaja sekarang lebih memilih merasa hijau karena uang bukan karena Alam,
padahal alam menyajikan apa yang tidak bisa dibeli dengan uang.
Hampir setiap hari aku
bermain dengan teman-temanku, mereka ada banyak sekali. Kadang mereka membuatku
tertawa, kadang menangis. Tapi semuanya bagiku indah, semua yang aku lakukan
bersama teman-teman kampungku. Tak ada sedikit pun rasa dendam waktu itu.
Kami juga suka menyatu
dengan alam, dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Meski terik matahari begitu
panas menyengat kami tak peduli. Kami adalah sahabat matahari, tak ada yang
perlu di takuti.
Lahan sawah yang baru
di panen, serta habis diguyur air hujan juga tempat favorit kita untuk bermain.
Membentuk semacam danau. Tepatnya, semacam got berukuran besar. Pulang dengan
gatal-gatal, dan baju putih yang memudar. Dan sebuah omelan. Hal itu sangat
menyenangkan.
Bagiku, mancing mania
mah, gak ada kerennya. Mereka Cuma mancing, terus dapet ikan gede, terus
dikembaliin. Kita! Nyebur kali, terjun langsung ke lapangan (makanya kita-kita
cocok jadi pejabat, uhuk.), tanpa mengenal gatal maupun rishi dengan kotoran.
Masa kecil yang tak terlupakan.
Aku terkadang merasa
kasihan sama anak kecil jaman sekarang, masih kecil tapi udah di kasih gadget,
gak ada kerennya sama sekali. Mereka berhak berkeringat, mereka berhak berteman
dengan alam, mereka berhak tertawa bersama di tanah lapang, beriringan dengan
bunyi burung-burung perkutut.
Zaman sudah berubah,
kasihan anak kecil jaman sekarang yang banyak makan lagu cinta, bukannya makan
kasih sayang. Pernah suatu ketika aku melihat anak kecil di TV yang sangat
histeris sampai nangis karena ingin ketemu Coboy Junior. Aneh, hal yang tidak
pernah kualami waktu kecil dulu.
Pada akhirnya tulisan
ini hanyalah sebuah nostalgia, dimana tidak mungkin kita kembali ke masa lalu,
kecuali reinkarnasi. Masa kecil memang menyenangkan, tetapi masa depan harus
jauh lebih menyenangkan karena hidup cuma sekali.
Berdasarkan cerpen di
atas tokoh aku sangat merindukan masa kecilnya yang bahagia, tokoh aku memiliki
teman yang murni dimasa lalunya berbeda dengan teman sekarang yang dianggapnya
hanya rekayasa semata.
Analisis Cerpen
A.
Tokoh dan Penokohan
Terdapat beberapa Tokoh dalam cerpen Masa
Kecilku ini, yaitu Aku, Mama dan kawan-kawan.
·
Aku
Tokoh Aku dalam cerpen Masa Kecilku merupakan tokoh utama yang merupakan
seorang anak yang sangat gemar bermain dengan kawwan-kawannya pada masa
kecilnya. Tokoh aku ini menceritakan bahwa ia merupakan anak yang gemar bermain
lumpur, hujan-hujanan serta bermain bola. Tokoh aku ini merasa rindukepada masa
kecilnya yang tentu saja tidak dapat diulangi. Tokoh aku merasa masa kecilnhya
merupakan masa yang paling bahagia dalam hidupnya.
·
Mama
Tokoh mama merupakan seorang yang diceritakan oleh tokoh Aku sebagai orang
yang selalu marah ketika tokoh Aku pulang ke rumah dengan basahkuyup ataupun
dengan baju yang kotor, namun itu merupakan rasa sayang seorang ibu kepada
anaknya.
·
Teman
Tokoh teman merupakan tokoh yang sulit digambarkan, karena dalam cerpen
tersebut tokoh kawan merupakan sahabat tokoh aku yang selalu bermain bersama di
waktu kecil.
B.
Latar
Dalam cerpen tesebut terdapat latar di daerah psedesaan yang sangat hijau
karena masih banyak kemurnian alam yang asri. Selain itu, di lahan kosong yang
sering digunakan oleh tokoh aku dan teman-temannya untuk bermain, serta di
lahan pesawahan.
C.
Tema
Tema dalam cerpen tersebut adalah kenangan pada masa lalu.
D.
Sudut Pandang
Dalam Cerpen ini penulis menggunakan sudut pandang pertama, karena tokoh
aku yang terdapat dalam cerita sehingga penulis terjun langsung ke dalam cerpen
tersebut.
E.
Alur dan Pengaluran
Dalam cerpen ini Tokoh aku membayangkan masa lalunya yang sangat
dirindukannya, tokoh aku menceritakan tentang masa lalunya yang selalu bermain
dan bergembira bersama teman – temannya, namun penulis tahu bahwa masa kecilnya
tak bisa diulang kembali.
Penulis menggunakan alur mundur karena menceritakan tentang masa lalunya.